Halo, Sobat Filemagz! Di zaman now ini masih perlu ga sih kita belajar filsafat? Emangnya filsafat masih relevan untuk generasi milenial dan Gen Z? Lho, tentu saja. Saat mendengar kata filsafat terkadang kita sudah overwhelmed duluan. Kita beranggapan bahwa filsafat itu adalah pemikiran kuno dan sudah tua. Nah kali ini Filemagz akan memberikan insight menarik dari filosofi STOA atau STOIC yang bisa kamu terapkan sebagai prinsip hidup di zaman now.
Bagi para ahli filsafat Yunani dan Hellenistik, filsafat STOA lebih dikenal sebagai aliran-aliran yang mengajarkan jalan hidup (way of life). Loh, bukannya di agama-agama sudah diajarin cara berperilaku yang sepantasnya, lalu buat apa belajar filsafat lagi? Ya, kenapa tidak? Dengan mempelajari filsafat STOA kita dapat belajar lebih lagi dan menjadi better human being in the future. Berikut beberapa filsafat STOA yang bisa kamu terapkan di kehidupan kamu.
1. Memahami hal yang dapat dikendalikan dan yang tak dapat dikendalikan
Kita harus memahami dengan benar bahwa banyak hal di dalam dunia ini di luar kendali kita. Misalnya opini orang lain mengenai diri kita. Tentu, kita tidak dapat mengendalikan opini mereka, namun kita dapat mengendalikan persepsi kita akan opini orang tersebut.
Dari pembagian kedua kategori tersebut (Dikotomi Kendali), kita dapat memecah kategori tersebut menjadi tiga bagian (Trikotomi Kendali), yaitu:
- Hal-hal yang bisa kita kendalikan sepenuhnya
- Hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan
- Hal-hal yang sebagian dapat kita kendalikan
Contoh hal yang sebagian dapat kita kendalikan yaitu perjalanan karier. Internal goal dalam karier patut menjadi kekhawatiran kita, bagaimana kita menjaga relasi kita dengan kolega maupun atasan, tingkat produktivitas kita saat bekerja, kompetensi kita, dan lainnya. Walaupun demikian, hasil dari hal-hal tersebut tidak dapat kita kendalikan dengan faktor adanya penilaian subjektif atasan, gosip/politik kolega, serta pertimbangan eksternal lainnya yang di luar dari kendali kita.
Memahami Dikotomi Kendali jauh berbeda dengan pasrah terhadap keadaan. Bahkan dalam situasi di mana kita merasa bahwa kita tidak memegang kendali atas hal tersebut, kita masih tetap ada hal yang dapat kita kendalikan, misalnya pemikiran dan perasaan kita. Contohnya, jika ada revisian dari atasan, kita tidak memiliki kendali atas perintah atasan, namun kita dapat mengendalikan perasaan dan persepsi kita. Apakah kita mau mengerjakan pekerjaan tersebut dengan sungut-sungut? Atau kita mengerjakan dengan penuh ikhlas dan bersabar. You decide!
2. Negative thinking bisa jadi hal yang positif
Pernahkah kamu mendengar orang lain mengatakan “Apa sih kemungkinan terburuk yang akan terjadi?” Praktik Premeditatio Malorum merupakan praktik untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak “terduga” dengan cara memikirkan apa saja yang akan merusak hari kita. Misalnya dengan memprediksi hujan. Ketika kita telah memprediksi hujan, maka prediksi tersebut dari “hal tak terduga” menjadi “hal yang telah diantisipasi”. Ironisnya, jika pada akhirnya hal yang telah kita antisipasi terjadi, kita akan merasa jauh lebih bahagia. Hal ini membuktikan bahwa negative thinking yang diterapkan secara tepat dapat membuat kita menjadi lebih bahagia.
Kita juga dapat memadukan Dikotomi Kendali dan Premaditatio Malorum. Contohnya ketika hujan tadi, hujan berada di luar kendali kita, namun dengan adanya Premaditatio Malorum kita menjadi lebih berantisipasi “Bagaimana meminimalisir dampak dari hujan?” Tentu kita akan menyediakan payung untuk meminimalisir dampak dari hujan tersebut.
3. Pemikiran rasional ketika menghadapi suatu masalah
Seorang pujangga Inggris, William Shakespeare pernah mengatakan “There is nothing either good or bad, but thinking make it so” yang berarti “Tidak ada hal yang baik maupun buruk, pemikiran kita lah yang beranggapan demikian.” Misalnya ketika musibah terjadi, terjadinya musibah tersebut sudah di luar kendali kita, namun kita masih bisa mengendalikan pemikiran kita akan musibah tersebut, seperti yang dijelaskan pada Dikotomi dan Trikotomi Kendali di atas. Terjadinya musibah itu sudah di luar kendali kita, akan lebih melelahkan jika kita memiliki pemikiran seperti “Salah saya apa sampai tertimpa musibah ini.”
Dalam menyikapi musibah yang terjadi, pada wawancara Cania Citta ia mengatakan bahwa lebih baik waktu dan energi segera dipusatkan kepada solusi (yang masih ada di masa depan), daripada mempertanyakan kenapa kita tertimpa musibah (yang ada di masa lalu/masa sekarang).
Nah, Sobat Filemagz! Demikian filsafat STOA yang dapat kamu terapkan di kehidupan kamu, kalau kamu tertarik untuk mendalami filosofi STOA kamu bisa membaca buku-buku serta artikel lain tentang filosofi STOA. Jangan lupa untuk follow Instagram filemagz dan filetechno untuk konten-konten artikel menarik lainnya! Sampai jumpa di artikel berikutnya!