Konnichiwa, Sobat Filemagz! Kalau dengar kata “Fashion Week” apa sih yang pertama kali muncul dipikiranmu? Elegan? Catwalk? Modelnya cantik-cantik? Atau mungkin langsung terpana sama cara jalan model bak profesional?
Tapi, apa jadinya kalau sebuah Fashion Week dilakukan oleh sekumpulan remaja Indonesia yang suka nongkrong dan berpakaian nyentrik berlenggak-lenggok di sekitar jalanan SCBD? Apa impian kalian untuk melihat catwalk profesional langsung sirna? Nyatanya nggak begitu, loh!
Walaupun tidak diperagakan oleh model papan atas, Citayam Fashion Week menuai banyak respon positif tak terkecuali datang dari media fashion asal Jepang, TokyoFashion.
Dilansir dari akun Twitter @TokyoFashion, mereka sangat memuji kreativitas anak bangsa dalam mengekspresikan diri mereka melalui gaya berpakaian nyentrik yang dikenakan. Bahkan TokyoFashion membandingkan Citayam Fashion Week dengan Harajuku Style dari Jepang,
“Thread yang keren! Ribuan anak muda Indonesia berdandan dan menyulap jalan-jalan di Pusat Jakarta menjadi hidup dengan fashion catwalk, tidak seperti Harajuku di Jepang.” tulis TokyoFashion di akun Twitternya.
Mereka menyebutkan bahwa dulunya Harajuku Style sangat sulit diterima oleh masyarakat Jepang karena pandangan negatif yang diberikan, berbeda dengan Citayam Fashion Week di mana media bahkan masyarakat Indonesia sangat antusias mengikut perkembangannya.
Lantas, apa itu Harajuku Style? Bagaimana kedua tren fashion ini bisa dibandingkan? Inilah 5 fakta Harajuku Style yang wajib kamu ketahui versi Filemagz!
Asal Mula Harajuku
Harajuku sebenarnya merupakan nama kawasan, loh! Harajuku (原宿) adalah sebuah distrik populer di sekitar kawasan Shibuya, Tokyo. Area ini terbentang di sekitar stasiun Harajuku antara daerah Shinjuku dan Shibuya di jalur Yamanote.
Harajuku Style sendiri mulai terkenal di sekitar tahun 1990-an sejak kemunculan anak-anak muda Jepang yang menggunakan pakaian nyentrik dan nyeleneh. Namun, sejarah awal Harajuku dimulai sejak tahun 1980-an ketika subkultur Takenoko-Zoku mulai berkembang di sekitar kawasan utara Jepang, Omotesando.
Gaya Nyentrik yang Iconic
Pakaian warna cerah dan aksesoris yang berlimpah sudah menjadi ciri khas Harajuku Style. Hampir tidak ada peraturan dalam berpakaian ala Harajuku Style karena tujuan utamanya adalah pengekspresian diri serta kreativitas. Harajuku juga disebut-sebut sebagai simbol kebebasan dari anak-anak muda Jepang.
Faktanya, Harajuku Style sendiri terbentuk dari berbagai macam kombinasi tren fashion nyentrik yang ada di Jepang, seperti Lolita, Gyaru, Cosplay, hingga Visual Kei.
1. Lolita
Lolita merupakan gaya berpakaian ala era Kerajaan Victoria pada abad ke-19. Kunci dari fashion Lolita ini terletak pada gaun yang dikenakan. Gaun biasanya memiliki warna pastel dengan hiasan renda dan pita pada bagian bawahnya.
Dalam perkembangannya, Lolita dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu Sweet Lolita, Gothic Lolita, dan Classical Lolita. Perbedaannya terletak pada warna pakaian yang dipilih. Sweet Lolita mengedepankan warna pastel, Gothic Lolita memilih warna gelap, serta Classical Lolita memilih warna gaun yang dapat dikenakan sehari-hari.
2. Gyaru
Gyaru diambil dari kata “Girl” pada bahasa Inggris yang merujuk pada sekumpulan wanita cantik. Gaya berpakaian Gyaru sangat kontras dengan Lolita. Gyaru lebih memilih pakaian nyentrik ala barat dengan mengecat rambut warna coklat keemasan, gaya berpakaian dewasa, serta kuku yang dicat warna terang.
Seiring perkembangannya, subkultur Gyaru terpecah menjadi dua bagian, yaitu Shiro Gyaru dan Kuro Gyaru. Shiro yang artinya putih bermakna Gyaru yang berkulit putih, sedangkan Kuro yang berarti hitam bermakna Gyaru yang berkulit gelap dengan melakukan tanning.
3. Cosplay
Subkultur satu ini rasanya sudah familiar di telingamu, bukan? Cosplay atau singkatan dari “Costume Play” diambil dari kata “Kosupure (コスプレ)” yang berarti gaya berpakaian menggunakan konsep karakter anime, buku, maupun film.
Pelaku dalam dunia Cosplay disebut dengan Cosplayer. Mereka yang melakukan Cosplay bukan hanya mengenakan pakaian saja, tetapi juga menerapkan sifat dari karakter tersebut. Cosplay sendiri banyak tersebar melalui komunitas anak-anak muda di Jepang. Kamu gabung komunitas cosplay juga nggak nih?
4. Visual Kei
Subkultur Harajuku Style yang terakhir adalah Visual Kei. Visual Kei mulai terkenal di kalangan anak muda Jepang ketika banyak band di tahun 2000-an mengusung konsep ini. Gaya berpakaian Visual Kei identik dengan makeup tebal, rambut berwarna terang, serta kostum unik bergaya flamboyan.
Jika Lolita dan Gyaru didominasi oleh kalangan wanita, berbeda halnya dengan Visual Kei. Banyak penggemar Visual Kei yang berdatangan dari kalangan pria karena konsep lagu band yang diusung adalah heavy metal ataupun punk rock.
Pro dan Kontra Masyarakat
Seperti yang sebelumnya dijelaskan oleh TokyoFashion, perkembangan Harajuku Style sendiri awalnya mendapatkan banyak tentangan dari masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang beranggapan bahwa kawasan Harajuku hanya didominasi oleh sekumpulan anak muda aneh yang tidak memiliki tujuan hidup.
Mereka tidak mengapresiasi bagaimana anak-anak muda mengekspresikan kreativitasnya terhadap gaya berbusana. Sama hal nya seperti Citayam Fashion Week, kemunculannya banyak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia.
Isu-isu seperti mengganggu ruang publik dan ketertiban jalan raya banyak bermunculan semenjak awal beritanya viral. Kalau Sobat Filemagz tim yang mana nih? Tim Pro atau Tim Kontra?
‘BaseCamp’ Harajuku
Sebagai salah satu icon fashion terkenal di Jepang, Harajuku juga punya tempat nongkrong sendiri, loh!
Pusat berkumpulnya komunitas Harajuku terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu Takeshita Street, Cat Street, dan Omotesando Street. Selain tempat berkumpul, para turis juga bisa berbelanja aksesoris unik khas Harajuku Style di ketiga tempat ini. Kamu sudah pernah datangi salah satunya belum?
“No More Cool Kids!” Kondisi Harajuku Sekarang
Sayangnya, kepopularitasan Harajuku Style semakin meredup sekarang. Menurut fotografer profesional, Aoki Shoichi ia menyebutkan bahwa tren Harajuku Style mulai pudar di awal tahun 2017. Aoki meneruskan bahwa salah satu alasan dibalik hal ini adalah pemerintah Jepang melegalkan lalu lintas akhir pekan di kawasan Harajuku.
Ruang publik di kawasan Harajuku kian menipis yang berujung pada sulitnya
anak-anak muda Jepang mengekspresikan dirinya. Mereka seperti tidak memiliki ‘canvas’ dalam menuangkan ide kreatifnya.
Alasan lainnya datang dari tren industri fashion. Berkembangnya retail store seperti ZARA, Uniqlo, hingga H&M sangat mempengaruhi popularitas Harajuku Style. Anak muda sekarang cenderung memilih cheap and fast fashion dalam berbusana. Mereka tidak memiliki selera terhadap fashion nyentrik ala Harajuku Style.
Itulah 5 fakta Harajuku Style yang sering dibandingkan dengan Citayam Fashion Week! Menurut kamu, lebih keren yang mana nih? Menurut mimin sih keduanya sama-sama keren! Nah, buat kamu penggemar jejepangan wajib lihat rekomendasi anime dan band Jepang yang satu ini! Jangan lupa follow akun Instagram Filemagz dan Filetechno untuk konten menarik lainnya! Sayonara, Sobat Filemagz~