Halo, Sobat Filemagz! Apakah kamu salah satu orang yang memulai hari dengan bekerja, menghabiskan waktu luang untuk bekerja, mengakhiri hari dengan bekerja lagi dan merasa bersalah ketika kamu tidak bekerja? Apabila jawabanmu adalah iya, bisa jadi kamu adalah salah satu orang yang terjebak dalam hustle culture.
Baru-baru ini, hustle culture atau budaya “gila kerja” sedang naik daun, terutama di kalangan milenial. Namun, sebelum membahas lebih lanjut mengenai hustle culture, sebenarnya apa sih makna dari hustle culture itu sendiri?
Kata “hustle” sendiri memiliki artian semangat bekerja dan bertanding yang meluap atau bisa kita sebut sebagai jiwa kompetitif yang berlebihan, sedangkan kata “culture” sendiri memiliki makna budaya. Jadi, apabila digabung, “hustle culture” bermakna budaya bekerja yang berlebihan.
Seperti yang kita semua ketahui, segala sesuatu yang berlebihan pastinya tidak baik. Oleh karena itu, pada artikel kali ini, Filemagz akan membahas sebab dan akibat dari hustle culture serta cara menghindari budaya “gila kerja” ini. Yuk, langsung saja simak artikel berikut ini!
Mengapa para milenial sangat tergila-gila dengan hustle culture?
Berikut beberapa hal yang bisa menjadi penyebab para milenial semakin terpacu untuk menerapkan hustle culture.
Anggapan jam kerja panjang sama dengan hasil yang lebih baik
Salah satu penyebab dari hustle culture yang sering kita temui saat ini adalah mindset bahwa produktivitas kita dinilai dari jumlah jam kerja serta jumlah pekerjaan yang dapat kita selesaikan. Mindset ini banyak ditanamkan pada pekerja saat ini, terutama kaum millennials. Faktanya, hal ini sama sekali tidak benar. Riset yang dilakukan oleh Marianna Virtanen dan Mika Kivimäki pada dokter-dokter yang bekerja di berbagai rumah sakit di China menunjukkan bahwa bekerja lebih dari 45 jam per minggu dapat mengakibatkan burnout atau kondisi stres berat yang dipicu oleh pekerjaan. Hasilnya, dokter-dokter yang mengalami burnout lebih rentan melakukan malpraktek. Selain itu, orang yang bekerja lebih dari 50 jam per minggu juga berisiko tinggi terkena gangguan pada sistem kardiovaskuler mereka yang merupakan sistem peredaran darah dalam tubuh. Apabila kamu tertarik untuk membaca lebih lanjut mengenai penelitian ini, langsung saja klik di sini.
Pengaruh dari orang sekitar
Sebagian besar orang-orang yang terjebak ke dalam budaya “gila kerja” ini sebenarnya mengalami hal yang namanya peer pressure atau tekanan yang berasal dari orang-orang di sekitar mereka. Ketika kita melihat teman-teman di sekitar kita bekerja habis-habisan dan kita sendiri tampak seperti sedang bermalas-malasan, pastinya kita akan merasa tertekan, walaupun sebenarnya kita juga sudah menyelesaikan pekerjaan kita semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kita jadi terdorong untuk bekerja lebih agar kita tidak dianggap sebagai orang yang bermalas-malasan.
Kesulitan menolak kerjaan yang datang
Bayangkan, manajer kamu memberikan sebuah proyek baru yang harus diselesaikan dalam kurun waktu seminggu, padahal kamu sendiri sudah memiliki proyek lain yang harus diselesaikan dalam waktu bersamaan. Sebenarnya, kamu memiliki pilihan untuk menolak proyek tersebut, tetapi kamu memilih untuk menyanggupi proyek tersebut karena kamu menganggap semakin banyak pekerjaan yang kamu ambil dan selesaikan, maka peluang kamu untuk mendapatkan bonus, kenaikan gaji, atau bahkan promosi di perusahaan tersebut semakin tinggi. Alhasil, pekerjaan kamu selesai, tapi hasil akhirnya kurang maksimal, atau bahkan kasus terburuknya, kamu malah kewalahan sehingga kedua proyek tersebut gagal kamu selesaikan tepat waktu.
Oleh karena itu, kamu perlu mengetahui batas kemampuan diri kamu sendiri, cukup mengambil proyek yang masih mampu untuk kamu tangani dan kerjakan proyek tersebut semaksimal mungkin.
Bagaimana kita dapat menghindari jebakan hustle culture?
Agar kamu tidak terjebak hustle culture, Filemagz ada tips nih! Kamu bisa coba perhatikan hal-hal berikut.
Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain
Sering kali, ketika kamu mendengar kabar bahwa ada teman kamu yang mengorbankan jam tidur mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, kamu dapat merasa tertekan dan merasa kinerja kamu belum sebanding dengan mereka. Dalam situasi inilah kamu memerlukan self-control. Kamu tidak perlu membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Bisa saja mereka bekerja hingga larut malam karena manajemen waktu mereka kurang baik, bisa juga karena mereka memang suka bekerja di malam hari. Pada akhirnya, hanya kamu sendiri yang tahu batas kemampuan diri kamu sehingga tidak perlu membandingkan diri kamu dengan orang lain.
Work Smarter, Not Harder
Bekerja dengan hustle culture sebenarnya tidak sama dengan bekerja secara produktif. Hustle culture hanya berarti kita dapat menyelesaikan sebanyak mungkin tugas yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang, tetapi bagaimana dengan kualitas tugas yang diselesaikan? Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bekerja dalam jangka panjang tanpa istirahat yang cukup akan menyebabkan banyak sekali masalah seperti burnout hingga gangguan kardiovaskular. Apabila kamu sudah mengalami hal tersebut, apa yang akan terjadi dengan kualitas tugas yang kamu selesaikan? Kemungkinan besar, kualitasnya akan menurun drastis sehingga pada akhirnya kamu hanya melelahkan diri kamu sendiri tanpa menghasilkan sesuatu yang benar-benar berarti.
Nah, kamu dapat mengatasi hal ini dengan menerapkan konsep work smart not hard, bekerja dengan cermat bukan keras. Kalau kamu bisa menyelesaikan tugas dalam jangka waktu yang lebih pendek dengan kualitas yang lebih baik, kenapa harus memaksa diri untuk bekerja terus-terusan tanpa hasil yang berarti? Maka dari itu, penting untuk kamu meningkatkan efektivitas kerja agar kamu dapat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu seminimal mungkin. Apabila kamu tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai cara bekerja yang lebih smart, kamu bisa membaca artikel Filemagz yang satu ini.
TerapkanWork-Life Balance
Bekerja secara terus menerus menyebabkan hidup kamu terasa monoton. Oleh karena itu, jangan lupa menyeimbangkan kehidupan kamu dengan beristirahat juga. Kamu bisa menggunakan waktu istirahat untuk melakukan hobi, menghabiskan waktu dengan keluarga, mempelajari skill baru hingga rekreasi. Dengan menerapkan work-life balance, otak akan tetap segar sehingga kamu pun bisa menjadi lebih produktif tanpa harus bekerja non-stop.
Nah, Sobat Filemagz, itu dia sebab dan akibat dari hustle culture serta tindakan-tindakan yang bisa kamu lakukan untuk menghindarinya. Apakah kamu salah satu orang yang mengadopsi hustle culture atau bahkan menerapkan budaya ini tanpa kamu sadari? Jika iya, berikan pendapatmu mengenai budaya ini di kolom komentar yah! Jangan lupa juga untuk follow akun instagram filemagz dan filetechno yah, see you on the next article!